Armstrong memberikan penjelasan yang bagus tentang latar belakang sejarah dan menempatkan pilihan, situasi, dan masalah ke dalam perspektif yang jelas tentang norma dan harapan di sekitarnya.
Mereka melakukan wifâdah (kunjungan) kepada Abu Thâlib, yang merupakan untuk terakhir kalinya. Menurut Ibnu Ishaq dan dan sejarawan lainnya, “manakala Abu Thâlib sakit parah dan hal itu sampai kepada kaum Quraisy, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lainnya: ‘sesungguhnya Hamzah dan ‘Umar telah masuk Islam sedangkan perihal Muhammad ini telah tersiar di kalangan seluruh kabilah-kabilah ‘Arab, oleh karena itu lebih baik kalian pergi menjenguk Abu Thâlib agar dia mencegah keponakannya dan menitipkan pemberian kita kepadanya. Demi Allah! kita tidak akan merasa aman bila kelak dia mengalahkan kita”. Dalam lafazh riwayat yang lain disebutkan (kaum Quraisy berkata): “sesungguhnya kita khawatir bilamana orang tua ini (Abu Thâlib-purple) meninggal nantinya, lalu ada sesuatu yang diserahkannya kepada Muhammad sehingga lantaran hal itu, bangsa Arab mencerca kita dengan mengatakan:’mereka telah menelantarkannya, tapi ketika pamannya meninggal barulah mereka memperebutkannya’.
dzuhur tanggal 12 R.Awal 11 H. Sesuai dengan riwayat yang paling sah. Hari itu adalah hari Senin bertepatan dengan tanggal eight Juni 632M. Jenazah beliau masih tetap di tempat sepanjang hari itu hingga malam sampai sehari semalam berikutnya. Perkataan Al-Abbas dan tibanya Abu Bakar terjadi pada waktu ashar hari ketiga, karena Abu Bakar -seperti yang akan kita saksikanmenghilang pada pagi hari wafatnya Rasulullah. Dikatakan bahwa ia datang menjenguk Rasulullah dan mendapatkannya sadar dan baik-baik sehingga ia tenang dan mohon izin untuk mengunjungi isterinya, Umm Kharijah di Sunh, salah satu daerah pemukiman di sebelah utara Madinah yang dihuni oleh keluarga bani Al-Harits dari golongan Al-Khazraj, dari keluarga mana Abu Bakar menikah dengan salah satu putri mereka yaitu Habibah binti Kharijah. Dikatakan pula bahwa ia tidak pernah muncul kecuali pada hari itu (hari ketiga). Kita akan meneliti hal ini lebih lanjut nanti. Ketika Al-Abbas mengatakan, apakah manusia lainnya mati sekali dan beliau dua kali? dan seterusnya. Ia menunjuk kepada anggapan sebagian kaum muslim termasuk Umar ibn AlKhattab bahwa Rasulullah tak sadarkan diri dan akan bangkit kembali melanjutkan perjuangannya. Setelah itu kemudian wafat. Al-Abbas berusaha menyakinkan mereka bahwasanya Rasulullah sudah wafat karena misinya sudah selesai. Beliau adalah orang yang paling sayang kepada para sahabatnya maka kalian seharusnya lebih sayang pula (dengan cepatcepat mengebumikan).Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Abu Bakar telah menghindarkan umat Islam dari suatu bahaya besar. Tapi Al-Qur’an tidak menegaskan apakah Rasulullah juga sakit seperti halnya manusia lainnya? Dan bilamana jatuh sakit apakah akan pulih sehat kembali di saat Allah menghendaki? Hal ini dapat dimengerti tanpa ada teks, karena termasuk aspek manusiawi Rasulullah. Namun tidak adanya teks telah membuat orang-orang berkeyakinan bahwa beliau diciptakan dari besi.
Kelebihan buku ini dibandingkan dengan buku-buku sejenis yang ditulis oleh sejarawan sebelum dan sesudahnya yaitu adanya periwayatan yang jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Ada empat tokoh suku Qureisy yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadian Muhammad dan dalam perkembangan kondisional masyarakat saat Islam pertama kali muncul. Mereka adalah pilar-pilar suku Qureisy:
Menjauhlah dari urusannya! Demi Allah! sungguh ucapannya yang telah aku dengar itu akan menjadi berita besar; jika orang-orang Arab dapat mengalahkannya maka kalian telah terlebih dahulu membereskannya tanpa campur tangan orang lain; dan jika dia mengalahkan mereka maka kerajaannya adalah kerajaan kalian juga, keagungannya adalah keagungan kalian juga; maka dengan begitu kalian akan menjadi orang yang paling bahagia”. Mereka berkata: “demi Allah! dia telah menyihirmu dengan lisannya, wahai Abu alWalîd”. “inilah pendapatku terhadapnya, terserah apa yang ingin kalian lakukan”, jawabnya. Dalam versi riwayat yang lain bahwa ‘Utbah mendengar dengan khusyu’ hingga bacaan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sampai kepada firmanNya (surat Fushshilat, ayat thirteen): “jika mereka berpaling maka katakanlah: ‘aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Âd dan kaum Tsamûd”. ketika itu, dia berdiri karena terperanjat dan cepat-cepat menutup mulut Rasulullah dengan tangannya sembari berkata: “aku minta kepadamu atas nama Allah agar mengingat rahim (hubungan kekeluargaan) diantara kita”.
ŘƤ ƽȨǀƼ ȄǁȆƼǁƪ ȎȁȨ ȄƼȁǿȆ ÏǠǀȀƠ ưǀDŽƻ ǸƠƼ DŽȀƓƠ ƧdzȇƥǪ ƽȨǀƼ ȄǁȆƼǁƪ ƢǁǞ
Satu kelemahannya adalah nada yang digunakan Armstrong yang menyiratkan bahwa dia mungkin tidak benar-benar percaya bahwa Muhammad sebenarnya diilhami oleh Tuhan.
dihidupi oleh jaringan penulis, videomaker dan tim editor yang butuh dukungan untuk bisa memproduksi konten secara rutin. Jika kamu bersedia menyisihkan sedikit rezeki untuk membantu kerja-kerja kami dalam memproduksi artikel, video atau infografis yang mengedukasi publik dengan ajaran Islam yang ramah, toleran dan mencerahkan, kami akan sangat berterima kasih karenanya. Sebab itu sangat membantu dan meringankan.
perang, karena menurut Rasulullah mereka juga melaksanakan tugas-tugas pelayanan umat. Beliau menetapkan bagian untuk dua sahabat yang tidak ikut perang lantaran patah akibat jatuh sewaktu mereka berangkat ke medan pertempuran. Bahkan beliau tetap memberikan bagian kepada Sa'd ibn Ubadah yang juga tidak ikut perang lantaran terpatok ular sewaktu bertugas keliling mengundang penduduk untuk berkumpul sebelum pasukan berangkat ke Badr. Rasulullah memberikan perhatian besar kepada pembangunan fisik kota Madinah setelah keamanannya betul-betul sudah terjamin dengan kemenangan gemilang di Badr. Beliau mendorong pembangunan perumahan dan mengajak para orang-orang badui yang bermukim di sekitar Madinah untuk hijrah. Hijrah disini tidak berarti mereka harus berpindah ke Madinah tetapi hijrah dalam arti menetap dan stabil dengan meninggalkan kebiasaan dalam kehidupan badui. Kehidupan badui adalah jahiliyah dan stabilitas dan memeluk Islam adalah peradaban dan kemajuan. Banyak sekali orang-orang Arab badui yang datang bermukim di Madinah dan menjadi bagian dari umat Islam serta memperoleh position golongan muhajirin walaupun sukunya termasuk golongan al-anshar yang bersekutu dengan Rasulullah termasuk suku Juhni dan Bellawi yang pindah menetap di Madinah sementara sebagian yang lain memperoleh status muhajirin meskipun masih menetap di daerah pemukiman mereka. Dan sebentar lagi kita jumpai cabang-cabang suku khuza'ah yang bermukim di wilayah antara Mekkah dan Madinah akan segera masuk Islam dan menjadi pendukung Rasulullah. Mereka semua menjadi muhajirin apakah dengan berpindah untuk menetap di Madinah atau tetap tinggal di wilayahnya. Sebagai konsekwensi dari perkembangan ini, wilayah Madinah bertambah luas berikut pertumbuhan populasi penduduk. Orang-orang mulai menggarap tanah-tanah pertanian luas yang terletak di lereng-lereng bukit, yang memisahkan antara satu pemukiman suku dengan yang lainnya.
mengikuti tradisi Nabi Musa as. Dalam konteks ini juga sesampainya di Madinah Rasulullah berhak memberlakukan aturannya kepada penduduk Madinah berdasarkan persetujuan perjanjian, tetapi beliau tidak melakukannya. Beliau tetap meminta ada kelompok elit Madinah yang dipilih untuk membantu beliau menjalankan urusan-urusan umat. Contoh ketiga adalah pada perang hudeibiya. Tatkala beliau berhenti di kawasan hudeibiya yang merupakan ambang pintu Mekkah untuk mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya. Sementara itu beliau telah mengutus Utsman ibn Affan untuk mencari informasi mengenai keadaan kota Mekkah dan keinginan penduduknya. Keterlambatan Utsman kembali mengakibatkan tersebarnya isu bahwa ia sudah terbunuh dan seketika emosi kaum muslim meluap. Mereka mengharapkan dikeluarkan perintah Rasulullah buku teks sirah tahun 4 menyerbu Mekkah. Kemungkinan akan pecah perang sangat besar, sehingga situasi telah berubah. Niat semula, rombongan datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah umroh, sehingga bekal persenjataan yang mereka bawa hanyalah beberapa pedang. Tetapi Rasulullah sudah melakukan antisipasi dengan membekali anggota rombongan dari suku khuza'ah yang berangkat paling akhir dengan persenjataan lengkap. Maka tatkala perang tidak dapat dihindari Rasulullah kembali mengajak seluruh pengikutnya bermusyawarah, barangkali di antara mereka ada yang tidak ingin perang. Rasulullah kemudian mengumumkan bahwa siapa yang tidak ingin perang boleh kembali ke Madinah tanpa dipersalahkan atau disesali. Namun tiada satupun yang menyatakan hasratnya untuk kembali ke Madinah; berarti ada kesepakatan untuk ikut perang. Akan tetapi karena sikap konstitusionalnya dan penghargaannya kepada asas musyawarah, Rasulullah tidak merasa cukup dengan kesepakatan (implisit) tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, Sirah Nabawiyah berkembang dalam bahasa pengantar yang beraneka. Tak hanya dalam bahasa Arab sebagaimana aslinya, tapi juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa besar di dunia. Seperti halnya “
Al-Muthtthalib meninggal di Rodman, di tanah Yaman dan kekuasaannya kemudian digantikan oleh cucunya, 'Abdul Muththalib. Dia menggariskan kebijakan terhadap kaumnya persis seperti nenek-nenek moyang dulu akan tetapi dia berhasil melampaui mereka; dia mendapatkan kedudukan dan martabat di hati kaumnya yang belum pernah dicapai oleh nenek-nenek moyangnya terdahulu; dia dicintai oleh mereka sehingga kharisma dan wibawanya di hati mereka semakin besar. Ketika al-Muththalib meninggal dunia, Naufal (paman 'Abdul Muththalib) menyerobot kekuasaan keponakannya tersebut. Tindakan ini menimbulkan amarahnya yang serta merta meminta pertolongan para pemuka Quraisy untuk membantunya melawan sang paman. Namun mereka menolak sembari berkata: "kami tidak akan mencampuri urusanmu dengan pamanmu itu". Akhirnya dia menyurati paman-pamannya dari pihak ibunya, Bani an-Najjar dengan rangkaian bait-bait sya'ir yang berisi ungkapan memohon bantuan mereka. Pamannya, Abu Sa'd bin 'Uday bersama delapan puluh orang kemudian berangkat menuju ke arahnya dengan menunggang kuda. Sesampai mereka di al-Abthah, sebuah tempat di Mekkah dia disambut oleh 'Abdul Muththalib yang langsung bertutur kepadanya: "silahkan mampir ke rumah, wahai paman!". Pamannya menjawab: "demi Allah, aku tidak akan ( mampir ke rumahmu-purple) hingga bertemu dengan Naufal", lantas dia mendatanginya dan mencegatnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di dekat al-Hijr (Hijr Isma'il) bersama para sesepuh Quraisy. Abu Sa'd langsung mencabut pedangnya seraya mengancam: "Demi Pemilik rumah ini (Ka'bah)! Jika tidak engkau kembalikan kekuasaan anak saudara perempuanku (keponakanku) maka aku akan memenggalmu
Kondisinya masih berlanjut hingga kini, tatkala kami sedang berupaya mengajukan suatu formulasi Sirah dengan pendekatan yang lebih metodologis. Kami percaya bahwa Sejarah Nabi adalah dasar penulisan sejarah Islam. Memahami dan mencatat peristiwa-peristiwa dalam sejarah Nabi dengan tepat dan teliti adalah langkah awal dan mendasar untuk mempelajari sejarah Islam secara objektif. Berbeda dengan kecenderungan fiqih, para perawi peristiwa sejarah generasi pertama seperti alWaqidi dan Ibn Sa'd menganut cara kerja pertalian riwayat kolektif, yakni mencatat pelbagai riwayat menyangkut peristiwa tertentu, dibandingkan satu sama lain kemudian secara induktif ditarik satu kesimpulan subtantif yang selanjutnya dituangkan dalam satu bentuk riwayat sebagai yang tertera dalam karya-karya mereka. Hal ini tidak berarti mereka tidak mengadakan pengecekan riwayat, tetapi hasil pengecekan tersebut dituangkan dan dicatat dalam bentuk yang lebih kontekstual. Menurut hemat kami, cara kerja mereka bukanlah sesuatu yang perlu diingkari. Materi-materi yang mereka ajukan kita pelajari dan teliti berdasarkan pendekatan historis melalui pengecekan berita, perbandingan satu riwayat dengan lainnya, pertimbangan logika peristiwa dan yang terpenting kesesuaian suatu berita dengan kenyataan sejarah di saat mana peristiwa terjadi. Adalah visi emosional keagamaan yang masih tetap populer saat kami memulai studi ini, sebagaimana terlihat pada tulisan-tulisan dan karya-karya al-Khudary, Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Sulaiman al-Nadawy dan lain-lain. Karya-karya tersebut tidak mencerminkan adanya penelitian bahkan tidak melakukan pengecekan data peristiwa atau pemilihan sumber-sumber referensi yang tepat. Karya-karya mereka hanya bisa diterima sebagai petunjuk-petunjuk mengenai taqwa dan wara' atau bahan ceramah mengenai etika di sekitar Sirah Rasulullah Saw.